WASAKA HUKUM https://ojs.stihsa-bjm.ac.id/index.php/wasaka <p>Jurnal<strong> WASAKA HUKUM</strong> sebagai jendela informasi dan gagasan hukum adalah wadah publikasi pertukaran gagasan, telaah dan kajian, di samping sebagai penyalur informasi dan strategi praktis penyelesaian masalah-masalah hukum yang mana merupakan wujud nyata kontribusi, berupa sumbangan pemikiran yang dapat dimanfaatkan bagi dosen, mahasiswa, maupun masyarakat.</p> <p>Tulisan-tulisan yang dimuat, setelah melalui penyuntingan seperlunya oleh tim redaksi dengan tanpa mengubah substansi sesuai naskah aslinya. Tulisan dalam penerbitan ini sepenuhnya merupakan pendapat dan tanggung jawab pribadi penulisnya dan tidak dapat diartikan sebagai pendapat penerbit.</p> <p>Akhirnya redaksi Jurnal WASAKA HUKUM mengucapkan selamat membaca.</p> Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin en-US WASAKA HUKUM 2337-4667 ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DI KAWASAN SEMPADAN SUNGAI KABUPATEN BARITO KUALA (STUDI DI BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN BARITO KUALA https://ojs.stihsa-bjm.ac.id/index.php/wasaka/article/view/91 <p><em>The river bank is the area beyond the foot of the river embankment which is 3 m. What is meant by a riverbank is that part of the river area which is between the inner foot of the river embankment and the riverbed. In general, land use in the riparian area of ??Barito Kuala Regency is already an area for settlements, services and trade. Only a small part of the river border area functions as a green belt or is still covered with plants. The area is found on the outskirts of the river which is in the area of ??the Barito Kuala River.</em></p> <p><em>Along the river in the river border area of ??Barito Kuala Regency, in general, there are no areas called riverbanks anymore. The average settlement of the population has reached the banks of the river. The purpose of this thesis research is to find out whether the granting of land rights in the riparian area of ??Barito Kuala Regency is in accordance with laws and regulations and to find out the legal consequences of ownership of land rights in the riparian area of ??Barito Kuala Regency.</em></p> <p><em>This legal research uses sociological legal research (juridical empirical) by analyzing the data and documents obtained. This research uses empirical juridical research and the type of empirical juridical research method is useful for knowing or knowing whether and how the positive law is regarding a particular problem and can also explain or explain to others whether and how the law is regarding a particular event or problem.</em></p> <p><em>The research results show that the granting of state land rights by the Barito Kuala National Land Agency (BPN) includes ownership rights, usufructuary rights, building use rights and usufructuary rights. The consideration of granting rights to land in the riparian area in these provisions contains a prohibition on ownership by individuals of water resources, including land on the banks of the river, only granting usage rights. This is because the river area, including the riverbanks, is the management area for water resources and the water resources themselves are controlled by the State, with management rights and usage rights for the welfare of the community. And a significant reason is that the designation of land rights with the prohibition of ownership of riverbank land by individuals has the aim of being a form of state protection for the preservation of rivers and so that their utilization is solely for the prosperity of the Indonesian people.</em></p> <p><em>As a result of the granting of land rights, if the Barito Kuala BPN issues a certificate of ownership rights on the banks of the river, then the certificate of ownership rights is legally invalid and can be cancelled.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Sempadan sungai adalah wilayah yang berada di luar kaki tanggul sungai yang berjarak 3 m. Adapun yang dimaksud dengan bantaran sungai, adalah bagian wilayah sungai yang berada diantara kaki tanggul sungai sebelah dalam dengan palung sungai. Penggunaan tanah di kawasan sempadan sungai Kabupaten Barito Kuala pada umumnya sudah merupakan daerah permukiman, jasa, dan perdagangan. Hanya sebagian kecil wilayah sempadan sungai yang berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah yang masih ditumbuhi dengan tanaman. Daerah tersebut ditemui di pinggiran sungai yang berada di dalam wilayah bantaran Sungai Barito Kuala.</p> <p>Di sepanjang Sungai di kawasan sempadan sungai Kabupaten Barito Kuala pada umumnya tidak ditemui lagi wilayah yang disebut sebagai bantaran sungai. Rata-rata permukiman penduduk sudah mencapai pinggiran sungai. Tujuan dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui pemberian hak atas tanah di kawasan sempadan sungai Kabupaten Barito Kuala apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang undangan serta untuk mengetahui akibat hukum kepemilikan hak atas tanah di kawasan sempadan sungai Kabupaten Barito Kuala.</p> <p>Penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum sosiologis (yuridis empiris) dengan menganalisis data-data dan dokumen yang didapat. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris dan jenis metode penelitian yuridis empiris berguna untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah tertentu dan juga dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah dan bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah yang tertentu.</p> <p>Hasil Penelitian menunjukan, bahwa Pemberian hak atas tanah negara oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Barito Kuala yaitu meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. Pertimbangan pemberian hak atas tanah dikawasan sempadan sungai dalam ketentuan-ketentuan tersebut terkandung larangan kepemilikan oleh perseorangan atas sumber daya air termasuk di dalamnya tanah bantaran sungai pemberiannya hanya Hak Pakai. Hal tersebut dikarenakan wilayah sungai termasuk di dalamnya tanah bantaran sungai merupakan wilayah pengelolaan sumber daya air dan sumber daya air itu sendiri yang dikuasai oleh Negara, Hak Pengelolaanya, dan Hak Pakai untuk kesejahteraan masyarakat. Dan alasan yang signifikan yaitu keperuntukan hak atas tanah tersebut dengan larangan kepemilikan atas tanah bantaran sungai oleh perseorangan memiliki tujuan sebagai bentuk perlindungan negara bagi kelestarian sungai dan agar pemanfaatannya semata-mata untuk kemakmuran rakyat Indonesia.</p> <p>Akibat pemberian hak atas tanah apabila BPN Barito Kuala menerbitkan sertipikat Hak Milik di sempadan Sungai, maka sertipikat Hak Milik tersebut merupakan cacat Hukum dan dapat dibatalkan.</p> Widodo H. Nanang Hermansyah Hj. Arida Mahmudyah Copyright (c) 2023 2023-08-22 2023-08-22 11 2 1 18 MASA TUNGGU PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 2 /PNPS/TAHUN 1964 https://ojs.stihsa-bjm.ac.id/index.php/wasaka/article/view/92 <p><em>Execution of death penalty if it is not carried out immediately, late or this protracted matter is contrary to the constitution, human rights law and the principles of legal protection for victims, convicts and society. The uncertainty of the execution waiting period resulted in none legal certainty for convicts. What's more, the victims and the community feel it justice is not fulfilled. It can even lead to goal failure punishment mainly in terms of general prevention.</em></p> <p><em>The death penalty is actually not going to be a controversial issue if its implementation is immediately carried out since the decision has permanent legal force. However, as is well known, the death penalty in Indonesia is only implemented after the convict has served years of imprisonment, even decades. The implementation of capital punishment can still be delayed and even convicts may not be executed. So how urgent is it to review and stipulate regulations regarding the constitutionality of the waiting period for execution for death row convicts in the penal system which has so far been unregulated and tends to be detrimental to criminal law enforcement.</em></p> <p><em>Law Number 2/PNPS/1964 does not regulate exactly the time interval for the implementation of capital punishment from the time the judge sentences him to death until the day the death penalty is carried out. Alternative legal protection solutions for death row convicts who have been waiting for a long waiting period for death penalty execution can be carried out by means of alternative concrete rules for filing PK and clemency, alternative punishment conversions and alternatives requiring special guidance patterns by correctional institutions for death convicts.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Eksekusi pidana mati apabila tidak segera dilaksanakan, terlambat atau berlarut-larut hal ini bertentangan dengan konstitusi, Undang-undang HAM dan prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi korban, terpidana dan masyarakat. Ketidakpastian masa tunggu eksekusi tersebut mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum bagi terpidana. Terlebih lagi korban dan masyarakat merasakan tidak terpenuhinya keadilan. Bahkan dapat memunculkan kegagalan tujuan pemidanaan utamanya dari segi prevensi umum.</p> <p>Pidana mati sebenarnya tidak akan menjadi isu yang kontroversial apabila<br>pelaksanaannya segera dilakukan sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Namun, sebagaimana diketahui pidana mati di Indonesia baru dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Pelaksanaan pidana mati masih juga dapat tertunda dan bahkan terpidana tidak kunjung dieksekusi.<a href="#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> Sehingga betapa urgensinya untuk mengkaji dan menetapkan peraturan tentang konstitusionalitas masa tunggu eksekusi bagi terpidana mati dalam sistem pemidanaan yang selama ini tidak diatur dan cenderung merugikan penegakan hukum pidana.</p> <p>UU Nomor 2/PNPS/1964 tidak mengatur secara pasti interval waktu pelaksanaan pidana mati dari sejak penjatuhan vonis hukuman mati oleh hakim sampai pada hari pelaksanaan eksekusi mati dilakukan. Alternatif Solusi perlindungan Hukum terhadap terpidana mati yang telah menunggu Masa Tunggu Pelaksanaan Hukuman Mati yang lama bertahun-tahun dapat dilakukan dengan cara Alternatif aturan Konkirt Pengajuan PK dan Grasi, Alternatif Konversi Hukuman serta Alternative Perlu Pola Pembinaan Khusus oleh Lembaga Pemasyarakatan terhadap terpidana mati.</p> H.Abdul Halim Copyright (c) 2023 2023-08-22 2023-08-22 11 2 19 34 PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH https://ojs.stihsa-bjm.ac.id/index.php/wasaka/article/view/93 <p><em>Land disputes in society often occur, this is increasing every year and occurs in almost all regions in Indonesia, both in urban and rural areas. Land issues have always been very relevant to be studied together and considered in depth and carefully in relation to land policy. Settlement of land disputes can be resolved through the courts and also outside the courts, but people often choose to take the court route. That from the facts of the results of the local inspection (descente) on the land of the object of the case as outlined in the minutes, it is known that there are other parties who also control or are involved in the object of the case but are not included as parties in the case, because there are parties who should be withdrawn However, if the plaintiff does not withdraw it in the lawsuit (plurium litis consortium), the legal result is that the lawsuit is deemed not to meet the formal requirements, therefore the lawsuit is qualified as containing formal defects. In the interests of the Indonesian people themselves to obtain justice, happiness and prosperity in the land sector. Apart from that, it also aims to provide legal certainty regarding land rights that may be controlled by the state, the people and customary law communities in Indonesia. Ultimately, the aim of the national land law system is in line with the aims of the Republic of Indonesia as mandated in the 1945 Constitution.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Sengketa tanah dalam masyarakat seringkali terjadi dalam hal ini semakin tahun semakin meningkat dan terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Persoalan tanah selama ini sangat relevan untuk dikaji bersama-sama dan dipertimbangkan secara mendalam dan seksama dalam kaitannya dengan kebijakan dibidang pertanahan. Penyelesaian sengketa tanah dapat diselesaikan melalui lembaga Pengadilan dan juga di luar pengadilan, namun masyarakat sering kali memilih untuk menempuh jalur pengadilan. Bahwa dari fakta hasil pemeriksaan setempat (<em>descente</em>) di tanah objek perkara sebagaimana yang dituangkan kedalam berita acara,diketahui jika ada pihak lain yang ikut menguasai atau yang tersangkut dengan objek perkara akan tetapi tidak diikut sertakan sebagai pihak dalam perkara, karena ada pihak yang seharusnya ditarik akan tetapi tidak ditarik oleh penggugat dalam gugatan (<em>plurium litis consortium</em>), maka telah berakibat hukum gugatan tersebut dianggap tidak memenuhi syarat formil, oleh karena itu gugatan dikualifikasi mengandung cacat formil. Demi kepentingan rakyat Indonesia sendiri untuk mendapatkan keadilan, kebahagiaan dan kemakmuran di bidang pertanahan. Disamping itu juga bertujuan untuk memberikan kepastian hukum akan hak-hak atas tanah yang boleh dikuasai oleh negara, rakyat dan masyarakat hukum adat di Indonesia. Pada &nbsp;akhirnya tujuan dari sistem hukum tanah nasional adalah sejalan dengan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana yang di amanatkan dalam UUD 1945.</p> Zulfina Susanti Copyright (c) 2023 2023-08-22 2023-08-22 11 2 35 45 ASPEK HUKUM LEGALITAS PERUSAHAAN STARTUP DI INDONESIA https://ojs.stihsa-bjm.ac.id/index.php/wasaka/article/view/94 <p><em>The large number of startup companies that still do not understand legal issues, including the lack of information and insight into various aspects of legality, often makes it difficult for startups to go further and survive in today's business competition in the digital industry, such as not having a business permit, ignoring tax issues, ignoring Intellectual Property Rights on products sold, ignoring employee rights &amp; legality. To analyze the legal problems mentioned above, a type of normative legal research is used, namely research on library materials or relevant secondary data. This research uses a statutory regulation approach and a conceptual approach, then this research is analytical descriptive. The legal materials used consist of primary, secondary and tertiary legal materials. These legal materials were collected through library research, the collected legal materials were processed through the stages of examination, marking, reconstruction and systematic. Next, it was analyzed qualitatively. The research results show that not explicitly regulating startup company licensing will affect the legality aspects of startup companies which run their businesses based on information technology and electronic transactions, in this case related to licensing for the formation of legal entities or business entities and licensing for the trade of goods/services. For this reason, temporarily fulfill the legality aspect, you can have permits based on Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and Law Number 7 of 2014 concerning Trade and its implementing regulations as well as legal protection provided by the government for companies, employees and consumers in business activities that have just been initiated ( startup) also related to the goods/services of startup companies which are still not optimal because they are still spread across various laws and regulations so that there is the potential for violations committed by startup companies as well as violations related to copyright, patent rights and brand rights of startup companies as intellectual property rights.</em></p> <p><strong><em>&nbsp;</em></strong></p> <p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p>Banyaknya perusahaan rintisan (<em>startup</em>) yang masih belum memahami persoalan-persoalan hukum antara lain minimnya informasi dan wawasan tentang berbagai aspek legalitas, kerap menyulitkan <em>startup</em> untuk melangkah lebih jauh dan bertahan dalam persaingan bisnis di industri digital pada sekarang ini seperti tidak mengantongi izin usaha, mengabaikan masalah pajak, mengabaikan Hak Kekayaan Intelektual atas produk yang dijual, mengabaikan hak &amp; legalitas karyawan. Untuk menganalisis permasalahan hukum tersebut di atas, maka dipergunakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap bahan pustaka atau data sekunder yang relevan. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep, kemudian penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan melalui studi pustaka, bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dilakukan pengolahan melalui tahapan-tahapan pemeriksaan, penandaan, rekonstruksi dan sistematis. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak diaturnya secara eksplesit terkait perizinan perusahaan <em>startup</em> akan mempengaruhi aspek legalitas perusahaan <em>startup</em> yang dalam menjalankan usahanya berbasis teknologi informasi dan transaksi elektronik dalam hal ini terkait perizinan pembentukan badan hukum atau badan usaha dan perizinan perdagangan produk barang/jasanya untuk itu sementara untuk memenuhi aspek legalitasnya dapat memiliki perizinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan beserta peraturan pelakssananya serta perlindungan hukum yang diberikan pemerintah terhadap perusahaan dan karyawan serta konsumen dalam kegiatan bisnis yang baru saja dirintis (<em>startup</em>) juga terkait produk barang/jasa perusahaan <em>startup</em> masih belum maksimal karena masih tersebar diberbagai peraturan perundang-undangan sehingga berpotensi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan <em>startup</em> begitu juga pelanggaran terkait hak cipta, hak paten dan hak merek perusahaan <em>startup</em> sebagai hak kekayaan intelektual.</p> Akhmad Zulkifli Copyright (c) 2023 2023-09-22 2023-09-22 11 2 46 60 KEKOSONGAN UPAYA HUKUM GUGATAN BIDANG KEPABEANAN DI INDONESIA https://ojs.stihsa-bjm.ac.id/index.php/wasaka/article/view/95 <p><strong><em>Abstract: </em></strong></p> <p><em>The National Tax Law system since 1983 has placed the Act governing the separation between formal tax laws and material tax laws in different laws. The union of formal tax laws in 1 (one) law is a legal attempt if there is a tax dispute. Legal efforts The lawsuit is not regulated in Law No. 17 of 2006 on different Customs which has been regulated in Law No. 7 of 2021 on Harmonization of Tax Regulations as the latest amendment to Act No. 16 of 2009 on General Provisions and Taxation Rules. So it is necessary for the judge to find the law (recht vinding) and there is a legal vacuum (recht vacuum) if in the trial examination submitted to him. And the decisions of the Judges should also not be immediately based only on the provisions of the law alone, but according to the purpose of the law itself, other than the principle of legal certainty and the principle of legal justice. The principle of justice in question can actually be interpreted in accordance with the head of the ruling that reads: "For the sake of justice based on an omnipresent god". So that in order to seek legal justice over the dispute over the Customs area is not limited to only appeals but also appeals to the Tax Tribunal, especially the Tax Tribunal as a Special Court that has the authority to examine, The Supreme Court may judge and decide a particular case established in one of the judicial bodies under the Supreme Court which is certainly regulated by the Act. Moreover, the power of judges is protected by the Law in order to determine right or wrong, fair or unjust laws that are interpreted and confirmed by judges as judicial institutions.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Abstrak: </strong></p> <p>Sistem Hukum pajak Nasional sejak tahun 1983 telah menempatkan Undang-undang yang mengatur pemisahan antara hukum pajak formal dan hukum pajak materil dalam undang-undang yang berbeda. Penyatuan hukum pajak formal dalam 1 (satu) undang-undang yaitu upaya hukum apabila terdapat sengketa pajak. Upaya hukum Gugatan tidak diatur pada Undang-undang nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan berbeda yang telah diatur pada Undang-undang nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sebagai perubahan terakhir dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sehingga diperlukan Hakim untuk menemukan hukumnya (<em>recht vinding</em>) serta terdapat ada kekosongan hukum (<em>recht vacuum</em>) apabila dalam pemeriksaan persidangan yang diajukan kepadanya. Dan hendaknya putusan para Hakim juga tidak serta merta hanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan semata, tetapi sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri yaitu selain asas kepastian hukum juga asas keadilan hukum. Asas keadilan yang dimaksud sebenarnya dapat dimaknai sesuai dengan kepala putusan yang berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sehingga untuk mencari keadilan hukum atas sengketa bidang Kepabeanan tidak dibatasi hanya permohonan Banding tetapi juga permohonan gugatan pada Pengadilan Pajak, apalagi Pengadilan Pajak sebagai Pengadilan Khusus yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang tentu diatur dalam Undang-undang. Apalagi Kekuasaan Hakim dilindungi oleh Undang-undang agar dapat menentukan benar atau salah, adil atau tidak adilnya hukum yang ditafsirkan serta dipastikan oleh para Hakim sebagai lembaga yudikatif.</p> Hariyasin Copyright (c) 2023 2023-09-25 2023-09-25 11 2 61 73 PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) SEBAGAI PENGETAHUAN HAKIM DALAM HUKUM PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA https://ojs.stihsa-bjm.ac.id/index.php/wasaka/article/view/96 <p><em>The purpose of this research is first, to find out the position of Local Examination (descente) as knowledge of Judges in the law of proving civil cases in Indonesia. Second, to find out the important role of Local Examination (descente) in achieving justice to resolve civil case disputes. The research method used in this research is normative research that places the law as a system of norms. The data collection technique in this research is using library research and data analysis is descriptive analytical with a qualitative approach. The results of this study indicate that the results of the local examination as knowledge of the Judge is essentially as evidence. Thus, the position of local examination (descente) as knowledge of the Judge in the law of evidence of civil cases in Indonesia is one of the evidence and the Judge is free to determine the value of its evidentiary power. The important role of the Local Examination (descente) is a fact found in court so that it has binding power on the Judge in making decisions to resolve a dispute to achieve a fast, simple and low-cost justice for the creation of a just and orderly society.</em></p> <p>&nbsp;</p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah pertama, untuk mengetahui kedudukan Pemeriksaan Setempat (descente) sebagai pengetahuan Hakim dalam hukum pembuktian perkara perdata di Indonesia. Kedua, untuk mengetahui peran penting Pemeriksaan Setempat (descente) dalam mencapai peradilan untuk menyelesaikan sengketa perkara perdata. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif yang meletakan hukum sebagai sistem norma. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian kepustakaan dan analisis data bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Hasil pemeriksaan setempat sebagai pengetahuan Hakim hakekatnya adalah sebagai alat bukti. Sehingga, kedudukan pemeriksaan setempat (descente) sebagai pengetahuan Hakim dalam hukum pembuktian perkara perdata di Indonesia merupakan salah satu alat bukti dan Hakim bebas untuk menentukan nilai kekuatan pembuktiannya. Adapun peran penting dari Pemeriksaan Setempat (descente) adalah merupakan fakta yang ditemukan di persidangan sehingga mempunyai daya kekuatan mengikat kepada Hakim dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan suatu sengketa untuk mencapai peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan demi terciptanya masyarakat yang berkeadilan dan berketertiban.</p> Nisa Amalina Adlina Copyright (c) 2023 2023-11-14 2023-11-14 11 2 74 90